Sebuah kisah dari Ireland Utara yang diterjemahkan  ke bahasa Melayu. Harus menjadi iktibar semua insan bergelar ibu dan  ayah. Selamat Hari Ibu! 
SAYA IBU TERJAHAT DI DUNIA INI
Oh, Tuhan, izinkan aku menceritakan hal ini…, sebelum ajal menjemput ku…
20 tahun yang lalu saya melahirkan seorang bayi  laki-laki, wajahnya comel tetapi nampak bodoh. Sam, suamiku memberinya  nama Eric. Semakin lama semakin nampak jelas bahawa anak ini memang agak  terkebelakang. Saya berniat mahu memberikannya kepada orang lain saja  supaya dijadikan budak atau pelayan bila besar nanti. Namun Sam mencegah  niat buruk itu.Akhirnya terpaksa saya membesarkannya juga.  
Pada tahun kedua kelahiran Eric, saya pun melahirkan  pula seorang anak perempuan yang cantik. Saya menamakannya Angelica.  Saya sangat menyayangi Angelica, begitu juga Sam. Seringkali kami  mengajaknya pergi ke taman hiburan dan membelikan pakaian anak-anak yang  indah-indah…
Namun tidak demikian halnya dengan Eric. Ia hanya  memiliki beberapa helai pakaian lama. Sam berniat membelikannya, namun  saya selalu melarang dengan alasan tiada wang. Sam terpaksa menuruti  kata saya.
Saat usia Angelica 2 tahun, Sam meninggal dunia. Eric  sudah berumur 4 tahun ketika itu. Keluarga kami menjadi semakin miskin  dengan hutang yang semakin bertambah. Saya mengambil satu tindakan yang  akhirnya membuatkan saya menyesal seumur hidup. Saya pergi meninggalkan  kampung kelahiran saya bersama Angelica. Saya tinggalkan Eric yang  sedang tertidur lelap begitu saja. 
Setahun.., 2 tahun.., 5 tahun.., 10 tahun.. berlalu  sejak kejadian itu. Saya menikah kembali dengan Brad, seorang lelaki  dewasa. Usia pernikahan kami menginjak tahun kelima. Berkat Brad,  sifat-sifat buruk saya seperti pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah  sedikit demi sedikit menjadi lebih sabar dan penyayang. Angelica sudah  berumur 15 tahun dan kami menyekolahkan dia di sekolah jururawat. Saya  tidak lagi ingat berkenaan Eric dan tiada memori yang mengaitkan saya  kepadanya 
Hinggalah le satu malam… Malam di mana saya bermimpi mengenai seorang anak…
Wajahnya segak namun kelihatan pucat sekali… Dia melihat ke arah saya.
Sambil tersenyum dia berkata, “Makcik, makcik kenal mama saya? Saya rindu sekali pada mama!”
Sesudah berkata demikian ia mulai pergi, namun saya  menahannya, “Tunggu…, saya rasa saya kenal kamu. Siapa namamu wahai anak  yang manis?”
“Nama saya Eric, makcik.”
“Eric…? Eric… Ya Tuhan! Benarkah engkau ni Eric???”
Saya terus tersentak dan terbangun. Rasa bersalah,  sesal dan pelbagai perasaan aneh yang lain menerpa diri saya pada masa  itu juga. Tiba-tiba terlintas kembali kisah yang terjadi dulu seperti  sebuah filem yang ditayangkan kembali di kepala saya. Baru sekarang saya  menyedari betapa jahatnya perbuatan saya dulu. Rasanya seperti mahu  mati saja saat itu.
Ya, saya patut mati…, mati…, mati…  
Ketika tinggal seinci jarak pisau yang ingin saya  goreskan ke pergelangan tangan, tiba-tiba bayangan Eric melintas kembali  di fikiran saya. Ya Eric, mama akan menjemputmu Eric, tunggu ya  sayang!…
Petang itu saya membawa dan memarkir kereta Civic  biru saya di samping sebuah pondok, dan ia membuatkan Brad berasa  hairan. Beliau menatap wajah saya dan bertanya,
“Mary, apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa kita berada di sini?”
“Oh, Brad, kau pasti akan membenciku selepas saya  menceritakan hal yang saya lakukan dulu,” Aku terus menceritakan  segalanya dengan terisak-isak…
Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia  memberikan suami yang begitu baik dan penuh pengertian. Selepas tangisan  saya reda, saya keluar dari kereta dengan diikuti oleh Brad dari  belakang. Mata saya menatap lekat pada gubuk yang terbentang dua meter  dari hadapan saya.
Saya mula teringat yang saya pernah tinggal dalam pondok itu dan saya tinggalkannya, Eric.. Eric… Di manakah engkau? 
Saya meninggalkan Eric di sana 10 tahun yang lalu.  Dengan perasaan sedih saya berlari menghampiri pondok tersebut dan  membuka pintu yang diperbuat daripada buluh itu… Gelap sekali… Tidak  terlihat sesuatu apapun di dalamnya!
Perlahan-lahan mata saya mulai terbiasa dengan  kegelapan dalam ruangan kecil itu. Namun saya tidak menemui sesiapapun  di dalamnya. Hanya ada sehelai kain buruk yang berlonggok di lantai  tanah. Saya mengambil seraya mengamatinya dengan betul-betul… Mata mulai  berkaca-kaca, saya mengenali potongan kain itu . Ini adalah baju buruk  yang dulu dipakai oleh Eric setiap hari…
Beberapa saat kemudian, dengan perasaan yang sangat  sedih dan bersalah, sayapun keluar dari ruangan itu… Air mata saya  mengalir dengan deras. Saat itu saya hanya diam saja. Sesaat kemudian  saya dan Brad mulai menaiki kereta untuk meninggalkan tempat tersebut.  Namun, saya melihat seseorang berdiri di belakang kereta kami. Saya  terkejut sebab suasana saat itu gelap sekali.
Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang sangat  kotor. Ternyata ia seorang wanita tua. Saya terkejut lagi apabila dengan  tiba-tiba dia menegur saya. Suaranya parau.
“Heii…! Siapa kamu?! Apa yang kamu mahu?!”
Dengan memberanikan diri, saya pun bertanya, “Ibu,  apakah ibu kenal dengan seorang anak bernama Eric yang dulunya tinggal  di sini?”
Ia menjawab, “Kalau kamu ibunya, kamu adalah  perempuan terkutuk!! Tahukah kamu, 10 tahun yang lalu sejak kamu  meninggalkannya di sini, Eric terus menunggu ibunya dan memanggil,  ‘Mama…, mama!’ Kerana tidak tahan melihat keadaannya, kadang-kadang saya  memberinya makan dan mengajaknya tinggal bersama saya. Walaupun saya  orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemungut sampah, namun saya tidak  akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga bulan yang lalu Eric  meninggalkan sehelai kertas ini. Ia belajar menulis setiap hari selama  bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu…”
Saya pun membaca tulisan di kertas itu…
“Mama, mengapa mama tidak pernah kembali lagi…? Mama  marah pada Eric, ya? Mama, biarlah Eric yang pergi saja, tapi mama harus  berjanji mama tidak akan marah lagi pada Eric. Bye, mama…”
Saya menjerit histeria membaca surat itu. “Tolong  bagi tahu.. di mana dia sekarang? Saya berjanji akan menyayanginya  sekarang! Saya tidak akan meninggalkannya lagi! Tolonglah cakap…!!!”
Brad memeluk tubuh saya yang terketar-ketar dan lemah.
“Semua sudah terlambat (dengan nada lembut). Sehari  sebelum kamu datang, Eric sudah meninggal dunia. Dia meninggal di  belakang pondok ini. Tubuhnya sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi  menunggumu ia rela bertahan di belakang pondok ini tanpa berani masuk ke  dalamnya. Dia takut apabila mamanya datang, mamanya akan pergi lagi  apabila melihatnya ada di dalam sana… Dia hanya berharap dapat melihat  mamanya dari belakang pondok ini… Meskipun hujan deras, dengan  keadaannya yang lemah ia terus berkeras menunggu kamu di sana. Dosa kamu  tidak akan terampun!”
Saya kemudian pengsan dan tidak ingat apa-apa lagi.
Semoga menjadi pelajaran bagi kita sebagai orang tua  ataupun bagi yang akan berkahwin. Janganlah menyalahkan apa yang sudah  diberikan oleh Allah. Tetapi hargailah apa yang diberikan oleh Allah.  Dan cuba bersabar. Kerana DIA tidak akan memberikan sesuatu apapun  dengan sia-sia.









